Rabu, 08 Agustus 2012

GEJOLAK PRA PEMILUKADA


Akhir-akhir ini, momentum pemilihan umum kepala daerah selalu menjadi berita hangat media cetak dan elektronik baik skala lokal maupun nasional. Penyelenggaraan pemilu bukanlah hal yang baru karena sebenarnya proses ini sudah dimulai sejak tahun 1955. Seiring dengan dinamika politik maka kebijakan mengenai pelaksanaan pemilihan umum selalu direvisi sesuai dengan kebutuhan pemerintah dan amanat konstitusi. 

Tahapan demokrasi (dari, oleh dan untuk rakyat) untuk memilih gubernur/wakil gubernur, walikota/bupati dan wakil walikota/wakil bupati dibingkai dalam suatu mekanisme sistem pemilu yang di sebut pemilukada. Pelaksanaan pemilukada diatur secara jelas dalam undang–undang no 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum. Dengan demikian, tahapan demi tahapan pemilukada sudah tersistematis dan komprehensif.
Pesta pemilihan umum kepala daerah merupakan penantian bagi sekelompok orang yang ingin tampil menjadi aktor politik. Secara khusus, fenomena ini terlihat di Sulawesi Selatan. Arus politik lokal di Sulawesi-Selatan memang tergolong dalam kategori ‘tegangan tinggi’. Artinya, eskalasi yang terbangun sangat dinamis dan dipola dalam sedemikian format.

Arena politik lokal bugis-makassar bukanlah ajang coba-coba karena pengalaman, keuletan dan kehandalan untuk berkompetisi menjadi hal yang pertama dan utama. Bahkan, untuk menjadi aktor ulung dibutuhkan keberanian pikiran, materi dan fisik. Sepanjang tahun 2012-2013 tercatat 11 pemilukada kabupaten/kota dan 1 pemilukada gubernur/wakil gubernur provinsi Sulawesi-Selatan. Ini merupakan gambaran bahwa minimal terdapat 12 bagian arus politik yang mewarnai arena pemilihan umum kepala daerah di Sulawesi Selatan. Tentunya skema gerakan yang dipakai oleh para aktor berbeda-beda karena perbedaan latar belakang pribadi bakal calon, partai pengusung dan basis massa pendukung.

Berdasarkan mekanisme yang dikeluarkan oleh KPU bahwa terdapat dua jalur dalam mengusung kandidat yakni jalur partai politik dan jalur independen. Dalam pelaksanaannya, kedua jalur ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Jalur partai politik dapat memudahkan calon menyusun formulasi tim sukses namun harus balance dengan bargaining power  kepada partai pengusung dan pihak terkait lainnya. Sebaliknya, jalur independen harus merumuskan dari awal formulasi tim sukses tetapi tidak terlalu sulit dalam merumuskan bargaining position.

Secara umum, mayoritas calon berusaha untuk maju melalui jalur partai politik karena jalur ini dianggap lebih praktis dibanding jalur independen. Sehingga para calon berusaha untuk mengendarai partai politik sebagai kendaraannya dalam pencalonan. Akibatnya gesekan antar kepentingan sangat tinggi yang berujung pada permasalahan internal. Benturan ini pulalah yang terkadang menyebabkan terjadinya sifat dzalim mendzalimi antara para kompetitor.

Gesekan yang terjadi sebelum pelaksanaan pemilukada merupakan suatu hal yang wajar sebagai bagian dari strategi pemenangan calon meskipun ada pihak dikorbankan. Oleh karena itu dibutuhkan strategi jitu dalam mengamati perkembangan yang terjadi mulai dari lokal hingga nasional. Perkembangan politik lokal susah dipisahkan dengan politik nasional karena kepentingan politik nasional harus sinergi dan seimbang dengan kepentingan politik lokal serta kepentingan pemilihan umum tahun 2014.

Sengketa Penetapan Calon
Sengketa penetapan calon pada beberapa daerah pemilihan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan cukup menarik untuk didiskusikan. Polemik ini sangat fenomenal meskipun bukanlah yang baru terjadi di pentas perpolitikan. Namun ada sisi yang menarik dalam sengketa penetapan calon yang terjadi di tubuh Partai Golkar, khususnya DPD I kabupaten Takalar dan DPD I kabupaten Bone. Penetapan calon usungan partai Golkar untuk pemilukada kabupaten Takalar yang diberikan kepada Burhanuddin membuat Natsir Ibrahim geram. Penetapan DPP partai Golkar membuat ketersinggungan bagi  keluarga besar Bupati Takalar Ibrahim Rewa. Pemiliki kursi nomor satu untuk partai Golkar kabupaten Takalar digerser oleh kepentingan oknum lain.

Meskipun sengketa ini sudah menemukan solusi dengan mamaketkan Burhanuddin dan Natsir Ibrahim namun semangat perjungan Natsir Ibrahim sudah redup karena ambisi awalnya hanya ingin menjadi calon Bupati, bukan calon wakil Bupati. Perasaan kecewa sangatlah berbahaya dan mengancam eksistensi popularitas karena ini menyangkut harga diri. Bebeda tetapi mirip dengan sengketa yang terjadi di kabupaten Bone. Memiliki kemiripan pada aspek keputusan penetapan calon dari DPP partai golkar tetapi berbeda dalam menyikapi sengketa tersebut. Kalau di DPD II partai Golkar kabupaten takalar dapat dimediasi dengan sebuah solusi alternative. Berbeda halnya dengan sengketa penetapan di DPD II partai Golkar kabupaten Bone. Akibat kekecewaan mendalam A. Irsan Galigo dan timnya. Akhirnya dengan rasa percaya diri yang tinggi, tim sukses ACC (sapaan akrab A.Irsan Galigo) mengambil jalur independen untuk bertarung dengan kandidat lainnya. Namun masih tetap memiliki harapan untuk diusung oleh partai politik lainnya seperti partai Demokrat.

Meskipun penetapan calon usungan partai politik memiliki mekanisme sendiri sesuai dengan aturan internal partai politik dalam memutuskan calon yang diusung tetapi perasaan kecewa bagi calon yang tidak diusung tidak dapat dipungkiri. Dinamika ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi siapapun yang ingin terjung di dunia politik praktis harus selalu lapang dada menerima kenyataan yang ada. Saling sikut-menyikut dan potong-memotong peluang tidak bisa dihindari karena yang dikedepankan adalah kepentingan.

Pada tahapan inilah dibutuhkan kemampuan lobi kepada kelas elite partai dan pengawalan extra terhadap keputusan partai politik. Dalam sengekata ini, ada catatan yang perlu diamati bahwa penetapan calon Bupati usungan partai Golkar di kabupaten Bone dan Takalar tidak mungkin menimbulkan gejolak perlawanan jika pengambilan keputusan berjalan secara normal. Mungkin ada kejanggalan pada tahapan ini sehingga reaksi emosional perlawanan meluap.

Perang Komentar
Pemilihan gubernur (pilgub) Sulawesi Selatan baru akan digelar tahun depan (2013). Tahapannya akan dimulai pada bulan Juli 2012. Meskipun demikian, gejolak yang terjadi antara para kontestan pemilihan gubernur mulai terasa. Hingga saat ini terdapat 3 pasangan calon gubernur dan wakil gebernur Sulawesi Selatan yang siap bertarung yakni Ilham Arif Sirajuddin–Abd. Azis Qahar Muzakkar, Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang, Rudiyanto Asapa-Nawir Pasinringi (urutan berdasarkan pendeklarasian pasangan).

Ketiga pasangan tersebut sudah mulai melakukan manuver politiknya masing-masing. Baik itu pendekatan persuasif maupun pendekatan propaganda. Berbagai macam cara dilakukan guna merayu hati masyarakat agar simpati kepada salah satu pasangan calon. Salah satu teknik yang dilakukan oleh para kandidat adalah pemasangan Baliho. Sehingga masyarakat tidak perlu heran jika sepanjang ruas jalan lintas kabupaten sampai ke pelosok terdapat pajangan Baliho para kontestan pilgub 2013.  
Perlahan tapi pasti, gejolak politik mulai terlihat sejak pra pendeklarasian. Bermula pada penetapan tag line politik ‘Kapal Induk’ untuk Syahrul Yasin Limpo dan ‘Rumah Rakyat’ untuk Ilham Arif Sirajuddin. Tim sukses kedua kandidat terkadang pula saling menyindir pengistilahan antara ‘Don’t stop Komandan’ dan ‘Semangat Baru’. Perang komentar tidak hanya terjadi antara tim sukses tetapi calon kandidatpun juga saling menyindir.

Fenomena saling menyindir antara calon gubernur terlihat pada perseteruan kata-kata Syahrul Yasin Limpo dengan Ilham Arif Sirajuddin. Sekali-sekali SYL memberikan penetrasi ringan dengan kata yang halus tetapi menyindir kepada IAS dan begitupun sebaliknya. Perang komentar seperti yang terjadi antara kubu IAS dengan SYL juga mulai terlihat antara kubu GARUDA (sebutan untuk tim Rudianto Asapa) dengan IAS dan SYL.

Rudiyanto Asapa sebagai salah satu calon juga tidak mau berpangku tangan. Terkadang Rudiyanto Asapa menyindir IAS. Secara struktural baik di pemerintahan maupun partai politik, Rudiyanto Asapa dan Ilham Arif Sirajuddin memiliki derajat sosial yang sama. Mereka berdua kepala pemerintahan kabupaten/kota sekaligus ketua DPD partai politik provinsi Sulawesi Selatan. Sehingga kepercayaan diri Rudiyanto Asapa tidak mau kalah dari Ilham Arif Sirajuddin. 

Selain menyindir Ilham Arif Sirajuddin, Rudiyanto Asapa juga melakukan perang kata-kata ke Syahrul Yasin Limpo terkait prestasi provinsi Sulawesi Selatan. Syahrul Yasin Limpo cenderung bangga dengan capaian yang dihasilkan oleh pemerintah provinsi Sulawesi Selatan membuat Rudiyanto Asapa berkomentar terkait hal tersebut. Rudiyanto Asapa memandang bahwa kesuksesan pemerintah provinsi dalam meraih beberapa prestasi disebabkan oleh keberhasilan pemerintah kabupaten/kota dalam mengawal pembangunan.             

Gejolak tersebut perlu dicermati secara seksama. Dalam hal ini, peran serta masyarakat selaku social control dalam dinamika kehidupan masyarakat perlu lebih agresif dan cooperatif untuk mengawal  pembangunan di Sulawesi Selatan. Masyarakat diharapkan tidak terprovokasi dari benturan kepentingan yang terjadi pada kelas elite pemerintah dan pemangku kepentingan partai politik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar