Akhir-akhir ini,
momentum pemilihan umum kepala daerah selalu menjadi berita hangat media cetak
dan elektronik baik skala lokal maupun nasional. Penyelenggaraan pemilu
bukanlah hal yang baru karena sebenarnya proses ini sudah dimulai sejak tahun
1955. Seiring dengan dinamika politik maka kebijakan mengenai pelaksanaan
pemilihan umum selalu direvisi sesuai dengan kebutuhan pemerintah dan amanat
konstitusi.
Tahapan demokrasi (dari,
oleh dan untuk rakyat) untuk memilih gubernur/wakil gubernur, walikota/bupati
dan wakil walikota/wakil bupati dibingkai dalam suatu mekanisme sistem pemilu
yang di sebut pemilukada. Pelaksanaan pemilukada diatur secara jelas dalam
undang–undang no 22 tahun 2007 tentang penyelenggara pemilihan umum. Dengan
demikian, tahapan demi tahapan pemilukada sudah tersistematis dan komprehensif.
Pesta pemilihan
umum kepala daerah merupakan penantian bagi sekelompok orang yang ingin tampil
menjadi aktor politik. Secara khusus, fenomena ini terlihat di Sulawesi
Selatan. Arus politik lokal di Sulawesi-Selatan memang tergolong dalam kategori
‘tegangan tinggi’. Artinya, eskalasi yang terbangun sangat dinamis dan dipola
dalam sedemikian format.
Arena politik lokal
bugis-makassar bukanlah ajang coba-coba karena pengalaman, keuletan dan
kehandalan untuk berkompetisi menjadi hal yang pertama dan utama. Bahkan, untuk
menjadi aktor ulung dibutuhkan keberanian pikiran, materi dan fisik. Sepanjang tahun
2012-2013 tercatat 11 pemilukada kabupaten/kota dan 1 pemilukada gubernur/wakil
gubernur provinsi Sulawesi-Selatan. Ini merupakan gambaran bahwa minimal
terdapat 12 bagian arus politik yang mewarnai arena pemilihan umum kepala
daerah di Sulawesi Selatan. Tentunya skema gerakan yang dipakai oleh para aktor
berbeda-beda karena perbedaan latar belakang pribadi bakal calon, partai
pengusung dan basis massa pendukung.
Berdasarkan
mekanisme yang dikeluarkan oleh KPU bahwa terdapat dua jalur dalam mengusung
kandidat yakni jalur partai politik dan jalur independen. Dalam pelaksanaannya,
kedua jalur ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Jalur partai politik dapat
memudahkan calon menyusun formulasi tim sukses namun harus balance dengan bargaining
power kepada partai pengusung dan
pihak terkait lainnya. Sebaliknya, jalur independen harus merumuskan dari awal
formulasi tim sukses tetapi tidak terlalu sulit dalam merumuskan bargaining position.
Secara umum,
mayoritas calon berusaha untuk maju melalui jalur partai politik karena jalur
ini dianggap lebih praktis dibanding jalur independen. Sehingga para calon
berusaha untuk mengendarai partai politik sebagai kendaraannya dalam
pencalonan. Akibatnya gesekan antar kepentingan sangat tinggi yang berujung
pada permasalahan internal. Benturan ini pulalah yang terkadang menyebabkan
terjadinya sifat dzalim mendzalimi antara para kompetitor.
Gesekan yang
terjadi sebelum pelaksanaan pemilukada merupakan suatu hal yang wajar sebagai
bagian dari strategi pemenangan calon meskipun ada pihak dikorbankan. Oleh
karena itu dibutuhkan strategi jitu dalam mengamati perkembangan yang terjadi
mulai dari lokal hingga nasional. Perkembangan politik lokal susah dipisahkan
dengan politik nasional karena kepentingan politik nasional harus sinergi dan
seimbang dengan kepentingan politik lokal serta kepentingan pemilihan umum
tahun 2014.
Sengketa Penetapan Calon
Sengketa penetapan
calon pada beberapa daerah pemilihan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan cukup
menarik untuk didiskusikan. Polemik ini sangat fenomenal meskipun bukanlah yang
baru terjadi di pentas perpolitikan. Namun ada sisi yang menarik dalam sengketa
penetapan calon yang terjadi di tubuh Partai Golkar, khususnya DPD I kabupaten
Takalar dan DPD I kabupaten Bone. Penetapan calon
usungan partai Golkar untuk pemilukada kabupaten Takalar yang diberikan kepada Burhanuddin
membuat Natsir Ibrahim geram. Penetapan DPP partai Golkar membuat
ketersinggungan bagi keluarga besar
Bupati Takalar Ibrahim Rewa. Pemiliki kursi nomor satu untuk partai Golkar
kabupaten Takalar digerser oleh kepentingan oknum lain.
Meskipun sengketa
ini sudah menemukan solusi dengan mamaketkan Burhanuddin dan Natsir Ibrahim namun
semangat perjungan Natsir Ibrahim sudah redup karena ambisi awalnya hanya ingin
menjadi calon Bupati, bukan calon wakil Bupati. Perasaan kecewa sangatlah
berbahaya dan mengancam eksistensi popularitas karena ini menyangkut harga
diri. Bebeda tetapi mirip
dengan sengketa yang terjadi di kabupaten Bone. Memiliki kemiripan pada aspek keputusan
penetapan calon dari DPP partai golkar tetapi berbeda dalam menyikapi sengketa
tersebut. Kalau di DPD II partai Golkar kabupaten takalar dapat dimediasi
dengan sebuah solusi alternative. Berbeda halnya dengan sengketa penetapan di
DPD II partai Golkar kabupaten Bone. Akibat kekecewaan mendalam A. Irsan Galigo
dan timnya. Akhirnya dengan rasa percaya diri yang tinggi, tim sukses ACC
(sapaan akrab A.Irsan Galigo) mengambil jalur independen untuk bertarung dengan
kandidat lainnya. Namun masih tetap memiliki harapan untuk diusung oleh partai
politik lainnya seperti partai Demokrat.
Meskipun penetapan
calon usungan partai politik memiliki mekanisme sendiri sesuai dengan aturan
internal partai politik dalam memutuskan calon yang diusung tetapi perasaan
kecewa bagi calon yang tidak diusung tidak dapat dipungkiri. Dinamika ini dapat
menjadi pelajaran berharga bagi siapapun yang ingin terjung di dunia politik
praktis harus selalu lapang dada menerima kenyataan yang ada. Saling
sikut-menyikut dan potong-memotong peluang tidak bisa dihindari karena yang
dikedepankan adalah kepentingan.
Pada tahapan inilah
dibutuhkan kemampuan lobi kepada kelas elite partai dan pengawalan extra
terhadap keputusan partai politik. Dalam sengekata ini, ada catatan yang perlu
diamati bahwa penetapan calon Bupati usungan partai Golkar di kabupaten Bone
dan Takalar tidak mungkin menimbulkan gejolak perlawanan jika pengambilan
keputusan berjalan secara normal. Mungkin ada kejanggalan pada tahapan ini
sehingga reaksi emosional perlawanan meluap.
Perang Komentar
Pemilihan gubernur
(pilgub) Sulawesi Selatan baru akan digelar tahun depan (2013). Tahapannya akan
dimulai pada bulan Juli 2012. Meskipun demikian, gejolak yang terjadi antara
para kontestan pemilihan gubernur mulai terasa. Hingga saat ini terdapat 3
pasangan calon gubernur dan wakil gebernur Sulawesi Selatan yang siap bertarung
yakni Ilham Arif Sirajuddin–Abd. Azis Qahar Muzakkar, Syahrul Yasin Limpo-Agus
Arifin Nu’mang, Rudiyanto Asapa-Nawir Pasinringi (urutan berdasarkan
pendeklarasian pasangan).
Ketiga pasangan
tersebut sudah mulai melakukan manuver
politiknya masing-masing. Baik itu pendekatan persuasif maupun pendekatan
propaganda. Berbagai macam cara dilakukan guna merayu hati masyarakat agar
simpati kepada salah satu pasangan calon. Salah satu teknik yang dilakukan oleh
para kandidat adalah pemasangan Baliho. Sehingga masyarakat tidak perlu heran
jika sepanjang ruas jalan lintas kabupaten sampai ke pelosok terdapat pajangan
Baliho para kontestan pilgub 2013.
Perlahan tapi
pasti, gejolak politik mulai terlihat sejak pra pendeklarasian. Bermula pada
penetapan tag line politik ‘Kapal
Induk’ untuk Syahrul Yasin Limpo dan ‘Rumah Rakyat’ untuk Ilham Arif
Sirajuddin. Tim sukses kedua kandidat terkadang pula saling menyindir
pengistilahan antara ‘Don’t stop Komandan’ dan ‘Semangat Baru’. Perang komentar
tidak hanya terjadi antara tim sukses tetapi calon kandidatpun juga saling
menyindir.
Fenomena saling
menyindir antara calon gubernur terlihat pada perseteruan kata-kata Syahrul
Yasin Limpo dengan Ilham Arif Sirajuddin. Sekali-sekali SYL memberikan
penetrasi ringan dengan kata yang halus tetapi menyindir kepada IAS dan
begitupun sebaliknya. Perang komentar seperti yang terjadi antara kubu IAS
dengan SYL juga mulai terlihat antara kubu GARUDA (sebutan untuk tim Rudianto
Asapa) dengan IAS dan SYL.
Rudiyanto Asapa
sebagai salah satu calon juga tidak mau berpangku tangan. Terkadang Rudiyanto
Asapa menyindir IAS. Secara struktural baik di pemerintahan maupun partai
politik, Rudiyanto Asapa dan Ilham Arif Sirajuddin memiliki derajat sosial yang
sama. Mereka berdua kepala pemerintahan kabupaten/kota sekaligus ketua DPD
partai politik provinsi Sulawesi Selatan. Sehingga kepercayaan diri Rudiyanto
Asapa tidak mau kalah dari Ilham Arif Sirajuddin.
Selain menyindir
Ilham Arif Sirajuddin, Rudiyanto Asapa juga melakukan perang kata-kata ke
Syahrul Yasin Limpo terkait prestasi provinsi Sulawesi Selatan. Syahrul Yasin
Limpo cenderung bangga dengan capaian yang dihasilkan oleh pemerintah provinsi
Sulawesi Selatan membuat Rudiyanto Asapa berkomentar terkait hal tersebut.
Rudiyanto Asapa memandang bahwa kesuksesan pemerintah provinsi dalam meraih
beberapa prestasi disebabkan oleh keberhasilan pemerintah kabupaten/kota dalam
mengawal pembangunan.
Gejolak tersebut
perlu dicermati secara seksama. Dalam hal ini, peran serta masyarakat selaku social control dalam dinamika kehidupan
masyarakat perlu lebih agresif dan cooperatif untuk mengawal pembangunan di Sulawesi Selatan. Masyarakat
diharapkan tidak terprovokasi dari benturan kepentingan yang terjadi pada kelas
elite pemerintah dan pemangku kepentingan partai politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar