Polemik korupsi merupakan wacana internasional baik negara maju maupun negara berkembang. Hampir setiap negara mengalami masalah korupsi yang signifikan dari masa ke masa, terkhusus negara-negara Asia Pasifik meliputi Indonesia, India, Vietnam, Malaysia dan China. Kelima negara tersebut termasuk negara terkorup di Asia berdasarkan hasil survey Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Political and Economic Risk Consultantcy (PERC), Indonesia memiliki indeks persepsi korupsi 8,32 pada tahun 2009 dan 9,10 pada tahun 2010, serta menempatkannya sebagai negara terkorup di Asia yang berada di bawah Vietnam dan Filipina.
Disamping itu, dalam dua tahun terakhir, Indeks Persepsi Korupsi
Indonesia versi Transparency International
(TI) berada pada angka 2,8 dengan rangking 110 dari 178 negara pada tahun 2009
dan angka 2,8 dengan rangking 110 dari 180 negara terkorup pada tahun 2010. Sebelumnya, data Transparency International, Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2006 adalah 2,4 dan menempati urutan
ke-130 dari 163 negara. Sebelumnya, pada tahun 2005 IPK Indonesia adalah 2,2,
tahun 2004 (2,0) serta tahun 2003 (1,9).3 Hal ini menunjukkan bahwa penanganan
kasus korupsi di Indonesia masih sangat lambat dan belum mampu membuat jera
para koruptor.
Korupsi
yang terjadi Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat parah dan
mengakar sampai pada sendi
kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat,
baik dari kuantitas maupun dari segi kualitas semakin serta lingkupnya sudah meluas
dalam seluruh aspek masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa bencana bagi
kehidupan perekonomian nasional, kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Tindak pidana korupsi tidak lagi dapat
digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan
luar biasa (extraordinary crime). Hal ini disebabkan metode
konvensional yang selama ini digunakan terbukti tidak bisa menyelesaikan
persoalan korupsi yang ada di masyarakat sehingga dalam penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara
luar biasa (extra-ordinary). Soal
modus, yang paling banyak digunakan adalah penggelapan, mark up
anggaran, proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran, dan suap.
Penanganan
tindak pidana korupsi di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa kondisi,
yakni masih lemahnya upaya penegakkan hukum tindak pidana korupsi, kualitas SDM
aparat penegak hukum yang masih rendah, lemahnya koordinasi penegakkan hukum
tindak pidana korupsi, masih sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam
penanganan kasus korupsi serta
kurangnya pencegahan korupsi. Kondisi inilah yang menyebabkan tindak korupsi
semakin berkembang. Data Indonesia
Corruption Watch (ICW) tahun 2010
menyebutkan bahwa terdapat 176 kasus korupsi yang ditangani aparat hukum
di level pusat maupun daerah. Nilai kerugian negara dalam kasus-kasus itu
ditaksir mencapai Rp2,102 triliun. Sebagai perbandingan, pada periode yang
sama tahun sebelumnya (2009), tercatat hanya ada sebanyak 86 kasus
korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp1,7 triliun. Bahkan penyidikan dari Januari hingga Agustus 2011 mencapai 1.018 kasus (republika.co.id).
Data tersebut menjadi suatu pedoman dasar untuk
menyelesaikan kasus korupsi di Indonesia. Namun, peran Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) tidak berjalan sesuai dengan harapan publik. Bahkan dalam
pemberantasan korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
masih terdapat suap-menyuap dan tebang pilih kasus besar. Fakta ini yang
membuat opini publik mosi tidak percaya kepada lembaga ini. Jadi, solusi terbaik
untuk mengurangi masalah korupsi adalah pencegahan. Pemerintah cenderung hanya
memprioritaskan penanganan korupsi dan memandang sebelah mata pencegahannya.
Pencegahan sangat penting karena koruptor terkesan kebal hukum kepada
kepolisian, kejaksaan dan KPK. Oleh karena itu, pencegahan merupakan jalan
terbaik untuk mengurangi korupsi di negeri ini.
Model pencegahan yang ditawarkan dalam karya tulis
gagasan tertulis ini melalui emosional-spiritual
approach berbasis quranic quotient.
Gagasan ini bermaksud untuk memberikan kesadaran keber-agama-an dan pemahaman
nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan. Keutuhan emosional-spiritual pada diri seseorang dapat menjadi pondasi dasar
penguatan iman sehingga upaya melakukan pelanggaran dapat dihindari. Penerapan
konsep ini dipadukan dengan quranic
quotient sebagai pedoman
hidup umat Islam. Pencegahan dengan pendekatan nilai-nilai Islam diusulkan
karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Bahkan mayoritas koruptor
(legislatif, eksekutif, yudikatif) mulai dari daerah sampai pusat berpredikat
muslim . Hal ini menjadi ironi karena dalam syariat Islam diajarkan untuk
menghindari korupsi. Konsep ini menyangkut penjernihan emosi, membangun mental
dan ketangguhan pribadi beradasar pada quranic
quotient. Gagasan ini sangat tepat, mengingat keimanan yang kuat dapat membentengi
diri untuk tidak berbuat kesalahan dan dosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar