Demam pemilihan
gubernur (pilgub) DKI Jakarta sampai saat ini masih terasa. Seluruh penjuru
tanah air dari sabang sampai merauke bahkan manca negara juga turut merasakan
pesta demokrasi di ibukota negara Republik Indonesia. Beberapa negara tetangga
turut mengamati pemilihan gubernur DKI Jakarta. Diberitakan pula bahwa LSM dari
Amerika Seikat pun turut berparitispasi dalam mengamati pemilihan langsung DKI
Jakarta. Bukan hanya itu, salah satu koran ternama di Amerika Serikat yakni New York Times juga turut memberitakan pesta demokrasi yang
cukup fenomenal ini.
Beberapa hari
terakhir ini, media cetak dan elektronik baik yang skala lokal maupun
internasional selalu memberitakannya. Pemberitaannya pun di bingkai dalam
bentuk esklusif seperti tayangan khusus untuk media elektronik dan halaman
utama untuk media cetak. Tentunya, ada sesuatu yang menarik di balik peristiwa 20
September 2012 yang lalu. Bukan sekedar acara pesta demokrasi yang mirip dengan
pesta demokrasi sebelumnya selama era reformasi. Dibalik itu semua, ada hikmah
yang dapat dipetik khususnya bagi masyarakat yang ingin menjadi politisi atau
politisi yang ingin berkiprah lebih ekstra di perpolitikan nasional dan global.
Krisis
kepemimpinan sudah menjadi fenomena lumrah di negeri tercinta. Para tokoh atau
pemimpin mulai dari kepala desa sampai presiden terkadang menuai krisis kepercayaan.
Hal inilah yang dialami oleh Fauzi Bowo (Gubernur DKI periode 2007-2012) atas
pemerintahannya selama satu periode. Atas krisis kepercayaan itulah membuatnya
tumbang menjadi orang nomor satu di kota metropolitan. Akhirnya Fauzi Bowo
harus mengalami pengalaman buruk yang mungkin tidak disangka oleh tim suksesnya
dan sebagian kalangan.
Di tengah krisis
kepemimpinan di ibu kota, ternyata menjadi kesempatan besar bagi Joko Widodo
yang dikenal dengan sapaan akrab ‘Jokowi’. Jokowi Widodo (Jokowi) mampu
mengandaskan jalan calon incumbent
pada putaran kedua pemilhan gubernur (pilgub) DKI. Berdasarkan hasil
perhitungan cepat (quick count) oleh lembaga
survey menyimpulkan bahwa pasangan Jokowi-Basuki menang. Beberapa lembaga survey yang melansir perhitungan
cepat (quick count) seperti : LSI (Foke-Nara : 46,32 % ; Jokowi-Basuki : 53,58 %),
Kompas (Foke-Nara : 47,03 % ; Jokowi-Basuki : 52,97 %), Cyrus Network
(Foke-Nara : 45,84 % ; Jokowi-Basuki : 54,16 %), (sumber:tribun timur).
Meskipun
keputusan final belum diumumkan secara resmi oleh KPU DKI Jakarta, hasil
perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survey sudah memberikan euforia tersendiri bagi Jokowi dan
timnya. Hasil perhitungan cepat tersebut menurut para akademisi, politisi,
jurnalis sangat akurat. Kalaupun error,
tingkat kesalahannya diperkirakan hanya sekitar 0,1 – 2 %. Hasil dari ketiga
lembaga survey rata-rata selisih suara Foke dengan Jokowi lebih dari 5 %
sehingga secara otomatis kemenangan yang akan diumumkan KPU DKI mendatang sudah
berada di kubu Jokowi.
Kemenangan
Jokowi tentunya membuat shock rivalnya.
Notabene rivalnya di dukung oleh partai besar yaitu partai Demokrat, partai
Golkar, PAN, PPP, PKS, PKB, Hanura (dan lainnya) sedangkan Jokowi hanya di
dukung oleh PDIP dan Gerindra. Pada kenyataannya, Jokowi tetap memiliki
perolehan suara terbanyak seperti saat putaran pertama pemilihan gubernur DKI.
Harus diakuai bahwa mesin partai politik yang berjuang keras dalam memenangkan
Jokowi. Disamping itu, harus pula di akui bahwa integritas pribadi Jokowi yang
menjadi faktor penentu kemenangan calon gubernur dan wakil gubernur yang
diusung PDIP dan Gerindra. Kenyataan ini menjadi sangat fenomenal dalam pesta
demokrasi Indonesia. Apalagi pertarungannya di ibukota yang dianggap sebagai
miniatur demokrasi negara Indonesia.
Keberhasilan
Jokowi dapat dijadikan referensi di daerah lainnya termasuk pemilihan gubernur
Sulawesi-Selatan. Meskipun dikatakan situasi dan kondisinya berbeda tetapi
tetap memiliki beberapa kesamaan misalnya masyarakat heterogen, dominasi
pemilih rasional dan etnosentrisme. Ketokohan Jokowi sebagai pemimpin fenomenal
patut diandalkan. Hal ini dapat dilihat dari reputasi dan prestasi yang
diraihnya. Jokowi mampu memimpin kota Solo (jawa tengah) untuk kedua kalinya
dengan baik. Model pengambilan kebijakan yang dilakukan Jokowi tidak dilakukan
secara elitis-otoritatif. Pendekatan partisipatif selalu menjadi karakter khas
Jokowi seperti saat merelokasi pedagang kaki lima (PKL) ke pasar Notoharjo.
Program lainnya cukup inovatif misalnya pembuatan kartu sehat untuk warga
miskin di kota Solo dari dana APBD.
Bukti
keberhasilan Jokowi sebagai walikota Solo semakin populer saat dia dinobatkan
sebagai walikota terbaik se Indonesia, best
city award in Southeast Asia 2012, nominasi 25 walikota terbaik
dunia tahun 2012 versi City Mayors Foundation (organisasi nirlaba untuk mempromosikan pemerintahan
lokal terbaik di dunia). Prestasi tersebut merupakan prestasi langka karena
jarang walikota di Indonesia yang bisa menjadi nominator walikota terbaik
dunia. Lagi-lagi, pretasi ini sangat fenomenal di tengah krisis kepemimpinan
yang melanda bangsa Indonesia.
Jokowi tergolong
sukses menjadi seorang pemimpin. Perjalanan karirnya sejak pertama kali menjadi
walikota Solo sampai sekarang terus meningkat dengan capaiaan produktif
berkemajuan. Beberapa kalangan dari berbagai latar belakakang terus memuji.
Termasuk bapak H.M Jusuf Kalla (mantan wapres 2004-2009) yang mengakui
keberhasilan Jokowi. Pengakuan dari berbagai kalangan inilah yang membuat penulis
memberikan apresiasi kepada Jokowi sebagai pemimpin fenomenal tahun 2012.
Pemimpin Sederhana
Karakter yang
sangat khas dari Jokowi adalah sifat kesederhanaan. Sifat inilah yang membuat
masyarakat, keluarga dan kerabatnya semakin simpati. Kesedehanaan terlihat dari
aktivitas sehari – hari dan pemanfaatan falisitas pejabat. Jokowi rela
mengganti mobil dinasnya dengan memakai mobil buatan anak bangsa (mobil esemka)
sebagai bentuk kesederhanaanya dalam menggunakan fasilitas. Selain itu, dalam
menyapa warga dan kunjungan kerjanya terkadang menggunakan angkutan umum, becak
bahkan jalan kaki. Secara tidak langsung memberikan teladan bahwa jabatan bukan
untuk ‘berkuasa’ tetapi jabatan adalah pengabdian untuk kesejahteraan rakyat.
Kesederhanaan
dalam memimpin selalu di contohkan oleh Nabi Mahummad SWA selama hidupnya.
Sehingga idelanya, seorang pengikut Nabi Muhammad SWA harus pula memiliki
kesederhanaan dalam memimpin. Selain ajaran agama, kesederhanaan itu timbul
dari hati nurani seseorang. Kesederhanaan akan muncul tergantung pada kepekaan
hati seorang pemimpin dalam menyeimbang antara kekuasaan yang dimiliki dengan
rasa tanggung jawab yang tinggi. Perlu ditegaskan bahwa cirri-ciri pemimpin dalam
Islam adalah memiliki sifat sederhana dan tidak membanggakan diri.
Bukan berarti
Jokowi sempurna dalam kesederhaan yang dilakukannya. Cuma menjadi catatan
tersendiri, minimal Jokowi telah mampu membuktikan kesederhanaannya dalam
memimpin kota Solo. Hal yang jarang di jumpai di era reformasi dengan sistem
pemilihan kepala daerah secara langsung. Memang konteks sederhana masih abstrak
dan ditafsirkan berbeda oleh beberapa orang. Terkait dengan kesederhanaan dalam
memimpin, hal yang menjadi indikator minimal tidak berlebih-lebihan dalam
berperilaku, memangkas program yang tidak pro rakyat, dan anggaran dari rakyat
digunakan untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi dan golongan.
Pemimpin Dipercaya
Pemimpin yang
ideal ketika kata dan perbuatan berjalan seimbang. Tidak mengumbar janji-janji
palsu yang hanya manis di bibir dalam memutar kata. Harapan masyarakat adalah
tindakan nyata yang berpihak pada rakyat. Dalam kepemimpinan Jokowi memimpin
kota Solo sangat dipercaya oleh masyarakatnya. Besarnya bukti kepercayaan
warganya terlihat saat Jokowi kembali menang untuk periode keduanya memimpin
kota Solo dengan peroleh suara di atas 90 %. Itu pertanda bahwa masyarakatnya
sangat mempercayai dan menyukai kinerja Jokowi sebagai seorang walikota.
Besarnya rasa
percaya masyarakat pada Jokowi membuatnya menjadi calon (belum resmi) orang
nomor satu di DKI Jakarta untuk periode 2012 – 2017 sekaligus menjadi gubernur
DKI Jakarta yang ke 13. Berdasarkan hasil survey Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC)
mengungkapkan bahwa ucapan Jokowi lebih dipercaya dibanding Foke. Survey ini
dijelaskan oleh CEO SMRC (Grace Natalie), Minggu 23 September di hotel Morrisey
Jakarta (sumber : tribun jogja).
Ajaran menghargai
kepercayaan sebenarnya sudah ditauladankan oleh khalifah Abu Bakar sehingga di
beri gelar ash-shiddiq (dapat dipercaya). Meraih gelar ash-shiddiq di era
sekarang tidak mudah karena politisasi berbagai sektor semakin meluas. Terlebih
menjelang pemilihan kepala daerah. Umumnya, janji yang disampaikan pada saat
kampanye tidak lebih dari obral-obral politik guna mendapatkan hati masyarakat
agar pro pada calon yang memberi janji.
Meskipun sulit
menjadi pemimpin yang sesuai antara kata dengan perbuatan. Jangan membuat
pemimpim berputus asa atau malah membuat kesalahan fatal. Justru sifat dapat
dipercaya menjadi nilai yang harus dicapai dan dimiliki oleh setiap aktor
politik pusat dan daerah untuk membuktikan kemampuannya menjadi seorang
pemimpin yang dapat di tauladani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar