Rabu, 26 September 2012

JOKOWI, PEMIMPIN FENOMENAL 2012

Demam pemilihan gubernur (pilgub) DKI Jakarta sampai saat ini masih terasa. Seluruh penjuru tanah air dari sabang sampai merauke bahkan manca negara juga turut merasakan pesta demokrasi di ibukota negara Republik Indonesia. Beberapa negara tetangga turut mengamati pemilihan gubernur DKI Jakarta. Diberitakan pula bahwa LSM dari Amerika Seikat pun turut berparitispasi dalam mengamati pemilihan langsung DKI Jakarta. Bukan hanya itu, salah satu koran ternama di Amerika Serikat yakni New York Times  juga turut memberitakan pesta demokrasi yang cukup fenomenal ini.

Beberapa hari terakhir ini, media cetak dan elektronik baik yang skala lokal maupun internasional selalu memberitakannya. Pemberitaannya pun di bingkai dalam bentuk esklusif seperti tayangan khusus untuk media elektronik dan halaman utama untuk media cetak. Tentunya, ada sesuatu yang menarik di balik peristiwa 20 September 2012 yang lalu. Bukan sekedar acara pesta demokrasi yang mirip dengan pesta demokrasi sebelumnya selama era reformasi. Dibalik itu semua, ada hikmah yang dapat dipetik khususnya bagi masyarakat yang ingin menjadi politisi atau politisi yang ingin berkiprah lebih ekstra di perpolitikan nasional dan global.

Krisis kepemimpinan sudah menjadi fenomena lumrah di negeri tercinta. Para tokoh atau pemimpin mulai dari kepala desa sampai presiden terkadang menuai krisis kepercayaan. Hal inilah yang dialami oleh Fauzi Bowo (Gubernur DKI periode 2007-2012) atas pemerintahannya selama satu periode. Atas krisis kepercayaan itulah membuatnya tumbang menjadi orang nomor satu di kota metropolitan. Akhirnya Fauzi Bowo harus mengalami pengalaman buruk yang mungkin tidak disangka oleh tim suksesnya dan sebagian kalangan.

Di tengah krisis kepemimpinan di ibu kota, ternyata menjadi kesempatan besar bagi Joko Widodo yang dikenal dengan sapaan akrab ‘Jokowi’. Jokowi Widodo (Jokowi) mampu mengandaskan jalan calon incumbent pada putaran kedua pemilhan gubernur (pilgub) DKI. Berdasarkan hasil perhitungan cepat  (quick count) oleh lembaga survey menyimpulkan bahwa pasangan Jokowi-Basuki menang. Beberapa  lembaga survey yang melansir perhitungan cepat (quick count) seperti : LSI (Foke-Nara : 46,32 % ; Jokowi-Basuki : 53,58 %), Kompas (Foke-Nara : 47,03 % ; Jokowi-Basuki : 52,97 %), Cyrus Network (Foke-Nara : 45,84 % ; Jokowi-Basuki : 54,16 %), (sumber:tribun timur).

Meskipun keputusan final belum diumumkan secara resmi oleh KPU DKI Jakarta, hasil perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga survey sudah memberikan euforia tersendiri bagi Jokowi dan timnya. Hasil perhitungan cepat tersebut menurut para akademisi, politisi, jurnalis sangat akurat. Kalaupun error, tingkat kesalahannya diperkirakan hanya sekitar 0,1 – 2 %. Hasil dari ketiga lembaga survey rata-rata selisih suara Foke dengan Jokowi lebih dari 5 % sehingga secara otomatis kemenangan yang akan diumumkan KPU DKI mendatang sudah berada di kubu Jokowi.

Kemenangan Jokowi tentunya membuat shock rivalnya. Notabene rivalnya di dukung oleh partai besar yaitu partai Demokrat, partai Golkar, PAN, PPP, PKS, PKB, Hanura (dan lainnya) sedangkan Jokowi hanya di dukung oleh PDIP dan Gerindra. Pada kenyataannya, Jokowi tetap memiliki perolehan suara terbanyak seperti saat putaran pertama pemilihan gubernur DKI. Harus diakuai bahwa mesin partai politik yang berjuang keras dalam memenangkan Jokowi. Disamping itu, harus pula di akui bahwa integritas pribadi Jokowi yang menjadi faktor penentu kemenangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDIP dan Gerindra. Kenyataan ini menjadi sangat fenomenal dalam pesta demokrasi Indonesia. Apalagi pertarungannya di ibukota yang dianggap sebagai miniatur demokrasi negara Indonesia.

Keberhasilan Jokowi dapat dijadikan referensi di daerah lainnya termasuk pemilihan gubernur Sulawesi-Selatan. Meskipun dikatakan situasi dan kondisinya berbeda tetapi tetap memiliki beberapa kesamaan misalnya masyarakat heterogen, dominasi pemilih rasional dan etnosentrisme. Ketokohan Jokowi sebagai pemimpin fenomenal patut diandalkan. Hal ini dapat dilihat dari reputasi dan prestasi yang diraihnya. Jokowi mampu memimpin kota Solo (jawa tengah) untuk kedua kalinya dengan baik. Model pengambilan kebijakan yang dilakukan Jokowi tidak dilakukan secara elitis-otoritatif. Pendekatan partisipatif selalu menjadi karakter khas Jokowi seperti saat merelokasi pedagang kaki lima (PKL) ke pasar Notoharjo. Program lainnya cukup inovatif misalnya pembuatan kartu sehat untuk warga miskin di kota Solo dari dana APBD.      
     
Bukti keberhasilan Jokowi sebagai walikota Solo semakin populer saat dia dinobatkan sebagai walikota terbaik se Indonesia, best city award in Southeast Asia 2012, nominasi 25 walikota terbaik dunia tahun 2012 versi City Mayors Foundation (organisasi nirlaba untuk mempromosikan pemerintahan lokal terbaik di dunia). Prestasi tersebut merupakan prestasi langka karena jarang walikota di Indonesia yang bisa menjadi nominator walikota terbaik dunia. Lagi-lagi, pretasi ini sangat fenomenal di tengah krisis kepemimpinan yang melanda bangsa Indonesia.

Jokowi tergolong sukses menjadi seorang pemimpin. Perjalanan karirnya sejak pertama kali menjadi walikota Solo sampai sekarang terus meningkat dengan capaiaan produktif berkemajuan. Beberapa kalangan dari berbagai latar belakakang terus memuji. Termasuk bapak H.M Jusuf Kalla (mantan wapres 2004-2009) yang mengakui keberhasilan Jokowi. Pengakuan dari berbagai kalangan inilah yang membuat penulis memberikan apresiasi kepada Jokowi sebagai pemimpin fenomenal tahun 2012.

Pemimpin Sederhana
Karakter yang sangat khas dari Jokowi adalah sifat kesederhanaan. Sifat inilah yang membuat masyarakat, keluarga dan kerabatnya semakin simpati. Kesedehanaan terlihat dari aktivitas sehari – hari dan pemanfaatan falisitas pejabat. Jokowi rela mengganti mobil dinasnya dengan memakai mobil buatan anak bangsa (mobil esemka) sebagai bentuk kesederhanaanya dalam menggunakan fasilitas. Selain itu, dalam menyapa warga dan kunjungan kerjanya terkadang menggunakan angkutan umum, becak bahkan jalan kaki. Secara tidak langsung memberikan teladan bahwa jabatan bukan untuk ‘berkuasa’ tetapi jabatan adalah pengabdian untuk kesejahteraan rakyat.

Kesederhanaan dalam memimpin selalu di contohkan oleh Nabi Mahummad SWA selama hidupnya. Sehingga idelanya, seorang pengikut Nabi Muhammad SWA harus pula memiliki kesederhanaan dalam memimpin. Selain ajaran agama, kesederhanaan itu timbul dari hati nurani seseorang. Kesederhanaan akan muncul tergantung pada kepekaan hati seorang pemimpin dalam menyeimbang antara kekuasaan yang dimiliki dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Perlu ditegaskan bahwa cirri-ciri pemimpin dalam Islam adalah memiliki sifat sederhana dan tidak membanggakan diri.

Bukan berarti Jokowi sempurna dalam kesederhaan yang dilakukannya. Cuma menjadi catatan tersendiri, minimal Jokowi telah mampu membuktikan kesederhanaannya dalam memimpin kota Solo. Hal yang jarang di jumpai di era reformasi dengan sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Memang konteks sederhana masih abstrak dan ditafsirkan berbeda oleh beberapa orang. Terkait dengan kesederhanaan dalam memimpin, hal yang menjadi indikator minimal tidak berlebih-lebihan dalam berperilaku, memangkas program yang tidak pro rakyat, dan anggaran dari rakyat digunakan untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi dan golongan.   

Pemimpin Dipercaya
Pemimpin yang ideal ketika kata dan perbuatan berjalan seimbang. Tidak mengumbar janji-janji palsu yang hanya manis di bibir dalam memutar kata. Harapan masyarakat adalah tindakan nyata yang berpihak pada rakyat. Dalam kepemimpinan Jokowi memimpin kota Solo sangat dipercaya oleh masyarakatnya. Besarnya bukti kepercayaan warganya terlihat saat Jokowi kembali menang untuk periode keduanya memimpin kota Solo dengan peroleh suara di atas 90 %. Itu pertanda bahwa masyarakatnya sangat mempercayai dan menyukai kinerja Jokowi sebagai seorang walikota.

Besarnya rasa percaya masyarakat pada Jokowi membuatnya menjadi calon (belum resmi) orang nomor satu di DKI Jakarta untuk periode 2012 – 2017 sekaligus menjadi gubernur DKI Jakarta yang ke 13. Berdasarkan hasil survey Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) mengungkapkan bahwa ucapan Jokowi lebih dipercaya dibanding Foke. Survey ini dijelaskan oleh CEO SMRC (Grace Natalie), Minggu 23 September di hotel Morrisey Jakarta (sumber : tribun jogja).

Ajaran menghargai kepercayaan sebenarnya sudah ditauladankan oleh khalifah Abu Bakar sehingga di beri gelar ash-shiddiq (dapat dipercaya). Meraih gelar ash-shiddiq di era sekarang tidak mudah karena politisasi berbagai sektor semakin meluas. Terlebih menjelang pemilihan kepala daerah. Umumnya, janji yang disampaikan pada saat kampanye tidak lebih dari obral-obral politik guna mendapatkan hati masyarakat agar pro pada calon yang memberi janji. 

Meskipun sulit menjadi pemimpin yang sesuai antara kata dengan perbuatan. Jangan membuat pemimpim berputus asa atau malah membuat kesalahan fatal. Justru sifat dapat dipercaya menjadi nilai yang harus dicapai dan dimiliki oleh setiap aktor politik pusat dan daerah untuk membuktikan kemampuannya menjadi seorang pemimpin yang dapat di tauladani.     
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar