Untuk kesekian kalinya aksi bentrok
antar mahasiwa kembali terjadi di kota
Makassar. Wilayah yang seharusnya menjadi ikon kota pendidikan di Indonesia
Timur justru dirasuki kejahatan dengan melibatkan mahasiswa. Dalam konteks
ideal, mahasiswa identik dengan intelektual muda yang aktivitasnya penuh dengan
tradisi membaca, menulis dan berdiskusi. Bukan tampil untuk bertarung otot
dengan mengorbankan jiwa-raga. Seharusnya yang dikedepankan adalah pertarungan
dialektika yang mengarah pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan.
Keterlibatan aktif mahasiswa dalam
bentrokan di kampus menjadi tamparan besar buat pimpinan perguruan tinggi.
Kriminalitas di perguruan tinggi jangan dipandang sebelah mata karena aksi ini
sangat mencoreng wajah pendidikan nasional, secara khusus di Sulawesi Selatan. Eksistensi
perguruan tinggi harus dikembalikkan pada khittah perjuangannya sebagai lembaga
pendidikan berbasis moral. Sekaligus memperkuat kapasitas perguruan tinggi dengan
budaya akademik.
Perlu disadari bahwa mahasiswa
merupakan calon pemimpin masa depan. Sehingga kemampuan generasi masa depan
sangat dicerminkan oleh kelakuan generasi masa kini. Kejadian demi kejadian
telah mengisyaratkan kita semua bahwa ada yang tidak beres dalam dunia kampus.
Kriminalitas dalam bentuk tawuran antar mahasiswa yang kerap terjadi menandakan
pudarnya ruh akademik. Apalagi kampus perguruan tinggi telah dikenal masyarakat
secara luas di belahan dunia sebagai laboratorium pengajaran, penelitian dan
pengabdian.
Eksistensi perguruan tinggi dalam
mencetak generasi masa depan perlu untuk ditinjau ulang. Jangan sampai yang
terjadi bukan lagi mencetak kaum intelektual tetapi justru melahirkan tunas
preman yang akan selalu menghantui ketentraman proses belajar mengajar.
Meskipun secara umum hanya beberapa kampus yang sering terlibat aksi
kriminalitas. Namun, kondisi ini jangan dianggap remeh oleh pihak kampus dan
pemerintah untuk tidak melakukan tindakan.
Boleh jadi merembet ke kampus lain
sebagai bentuk balas dendam atas rekannya yang jadi korban tawuran. Oleh karena
itu, perlu keseriusan yang ekstra dalam menyikapi hal ini karena bentrokan
antar mahasiswa termasuk tindakan kriminal. Membahayakan dan menghalangi
kemajuan suatu perguruan tinggi. Sekaligus mengganggu aktivitas mahasiswa
lainnya yang serius menuntut ilmu.
Sebenarnya bentrokan antara
mahasiswa di beberapa perguruan tinggi sudah terjadi sejak lama. Hampir setiap
bulan dan atau tahun terdapat tindakan kriminal yang cukup meresahkan warga
kampus yang betul-betul ingin menuntut ilmu. Saat ini minimal terdapat dua
bentrokan di kampus yang menghiasi media cetak dan elektronik yaitu bentrokan
di kampus STKIP Muhammmadiyah Bone dan Universitas Negeri Makassar (UNM) yang
mengakibatkan adanya korban jiwa.
Modus penyebab bentrokan antar
mahasiswa di beberapa kampus memang berbeda. Ada yang disebabkan oleh dendam
lama berkobar kembali, konflik individu yang membesar menjadi konflik golongan,
aksi demonstrasi yang berujung bentrok karena
adanya pihak pro dan kontra, aksi damai tetapi dirasuki pihak tertentu.
Akhirnya tawuran terjadi dan semakin meluas serta merembet pada konflik etnis
dan kelompok yang berkepanjangan.
Waspada Oknum
Aksi bentrok yang terjadi di kampus
STKIP Muhammadiyah Bone beberapa hari yang lalu sangat mengejutkan kader Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan pihak lain yang anti kriminalitas.
Pasalnya, aksi yang dilakukan kader IMM Cabang Bone adalah aksi klarifikasi
atas pencemaran nama organisasi yang dikalim oknum tertentu terlibat pada salah
satu kegiatan di kampus STKIP Muhammadiyah Bone.
Pada waktu bersamaan muncul
beberapa kelompok yang berupaya menghadang sehingga menimbulkan bentrok antar
mahasiswa. Dari peristiwa ini dimungkinkan ada oknum di dalam kampus yang
sengaja ingin membenturkan mahasiswa sehingga berujung konflik. Oknum yang
sengaja melakukan konfrontasi harus ditelusuri lebih mendalam. Jangan sampai
merajalela dikampus, akibatnya dapat merusak citra kampus. Kejadian ini
merupakan salah satu contoh kekhawatiran adanya oknum yang terlibat.
Pimpinan perguruan tinggi selaku
pemegang otoritas dalam sebuah proses pendidikan di lingkungan kampus perlu
tegas menyikapi konflik lintas mahasiswa. Pemaknaan menyikapi bukan sekededar
menyelesaikan jika ada masalah tetapi juga memikirkan antisipasi agar kejadian
serupa tidak berulang lagi. Kiranya perlu bercermin pada beberapa kampus di pulau
Jawa yang tidak atau jarang memiliki rekam jejak kriminal.
Menyikapi perilaku mahasiswa perlu
dilakukan secara universal terkait sebab-akibat dari dampak tawuran. Apalagi
terkadang aksi brutal yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi terkadang ditunggangi
oleh oknum tertentu untuk merekayasa konflik. Kemungkinan adanya rekayasa
konflik yang terkadang muncul sebagai bentuk upaya sabotase atas kepentingan
tertentu.
Kejadian kriminal yang terjadi
rawan ditunggangi oleh oknum tertentu. Guna mengantisipasi adanya oknum maka
pihak pimpinan perguruan tinggi, pemerintah, kepolisian dan tokoh masyarakat
diharapkan dapat bekerjasama. Konflik di perguruan tinggi jangan dilihat dari
satu sudut pandang karena pengaruh dari luar kampus yang terkadang juga lebih
dominan. Pada kondisi ini diperlukan keseriusan dalam mengusut tuntas setiap
bentrokan antar mahasiswa yang terjadi di kampus.
Oknum terkadang sengaja melakukan
rekayasa konflik diperguruan tinggi sebagai bentuk pengalihan isu atau adanya kepentingan
lain pada kampus yang terlibat tawuran mahasiswa. Oknum biasanya berasal dari
internal kampus dan dari luar kampus. Intinya oknum tersebut pasti memiliki
kepentingan adu domba di dalam kampus. Jadi, apapun latar belakang oknum,
mahasiswa lainnya jangan terprovokasi oleh himbauan pihak yang tidak
bertanggungjawab. Serahkan pada pihak yang berwenang guna mengantisipasi
tindakan main hukum sendiri.
Sanksi Tegas
Tawuran yang lebih hangat terjadi
di kampus pencetak calon guru yakni Universitas Negeri Makassar. Tawuran
tersebut menimbulkan 2 orang mahasiswa yang meninggal dunia. Suatu peristiwa
yang sangat memilukan di komunitas pelajar. Jika dicermati lebih mendalam dengan
melihat peristiwa sebelumnya maka aksi kali ini hampir mirip dengan kasus tawuran
sebelumnya di kampus tersebut.
Tawuran di UNM sudah sering kali terjadi
bahkan menjadi kebiasaan mahasiswa pada fakultas yang terlibat. Sejatinya pihak
pimpinan perguruan tinggi tegas dalam membuat aturan akademik termasuk
pemberian sanksi yang jelas. Dimaksudkan agar mahasiswa yang terlibat dan ingin
kembali memulai dapat diantsipasi. Meskipun ada keinginan balas dendam
dikemudian hari, pihak pimpinan kampus jangan diam dan bertindak ketika tawuran
telah terjadi. Sebelumnya harus ada pembinaan mahasiswa serta melakukan
pemeriksaan keamanan secara rutin.
Pada kasus UNM terlihat pihak
kampus kurang mewaspadai munculnya konflik yang menelan korban jiwa. Buktinya
senjata tajam bertebaran didalam kampus seperti busur, samurai, papporo. Dengan
demikian, mari belajar banyak pada kejadian kali ini serta menelaah kejadian
sebelumnya. Sanksi akademik harus diterapkan secara tegas sesuai dengan aturan
yang berlaku. Disisi lain, pemeriksaan rutin dilakukan pada semua mahasiswa. Langkah
ini dilakukan guna mengantisipasi mahasiswa yang berkedok preman masuk kampus.
Jika pihak kampus tidak mampu
memberikan sanksi tegas, dikhawatirkan kejadian serupa kembali terjadi. Mungkin
tidak masalah ketika terjadi diluar kampus, artinya itu bukan tanggungjawab
sepenuhnya oleh pihak pimpinan perguruan tinggi. Masalahnya kejadiannya selalu
berawal di dalam kampus. Terkadang merembet ketempat lain pada kasus yang sama.
Maka dengan sendirinya pihak pimpinan kampus harus turun tangan karena aksi
dilakukan oleh mahasiswa dari kampus tersebut.
Kedepan, bobot sanksi yang tegas
ditingkatkan dan diberlakukan secara kontinyu. Kemudian di sebar keseluruh
mahasiswa terkait sanksi yang akan diberikan bagi siapapun yang terlibat
tawuran. Selain itu, pihak terkait seperti dosen, tokoh masyarakat, dan kepolisian
juga melakukan pendekatan persuasif kepada semua mahasiswa. Secara khusus
mahasiswa pada fakultas yang sering melakukan aksi tawuran.
Disisi lain, tawuran yang terjadi
di UNM dan kampus lainnya perlu mewaspadai adanya pihak yang berpura-pura
menjadi mahasiswa padahal bukan mahasiswa (preman). Orang yang mengatasnamakan
mahasiswa cenderung lebih ageresif dalam melakukan tindakan kriminal sehingga
yang dikorbankan adalah mahasiswa itu sendiri. Fenomena aksi kriminalitas yang
terjadi belakangan ini, menurut hemat penulis terkadang ada orang suruhan dari
pihak tertentu. Berpenampilan mirip mahasiswa padahal orang suruhan atau oknum
tertentu yang sengaja masuk agar konflik semakin besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar