Jumat, 19 Oktober 2012

Wajah Kriminal Perguruan Tinggi



Untuk kesekian kalinya aksi bentrok antar mahasiwa kembali  terjadi di kota Makassar. Wilayah yang seharusnya menjadi ikon kota pendidikan di Indonesia Timur justru dirasuki kejahatan dengan melibatkan mahasiswa. Dalam konteks ideal, mahasiswa identik dengan intelektual muda yang aktivitasnya penuh dengan tradisi membaca, menulis dan berdiskusi. Bukan tampil untuk bertarung otot dengan mengorbankan jiwa-raga. Seharusnya yang dikedepankan adalah pertarungan dialektika yang mengarah pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan. 
Keterlibatan aktif mahasiswa dalam bentrokan di kampus menjadi tamparan besar buat pimpinan perguruan tinggi. Kriminalitas di perguruan tinggi jangan dipandang sebelah mata karena aksi ini sangat mencoreng wajah pendidikan nasional, secara khusus di Sulawesi Selatan. Eksistensi perguruan tinggi harus dikembalikkan pada khittah perjuangannya sebagai lembaga pendidikan berbasis moral. Sekaligus memperkuat kapasitas perguruan tinggi dengan budaya akademik.

Perlu disadari bahwa mahasiswa merupakan calon pemimpin masa depan. Sehingga kemampuan generasi masa depan sangat dicerminkan oleh kelakuan generasi masa kini. Kejadian demi kejadian telah mengisyaratkan kita semua bahwa ada yang tidak beres dalam dunia kampus. Kriminalitas dalam bentuk tawuran antar mahasiswa yang kerap terjadi menandakan pudarnya ruh akademik. Apalagi kampus perguruan tinggi telah dikenal masyarakat secara luas di belahan dunia sebagai laboratorium pengajaran, penelitian dan pengabdian.

Eksistensi perguruan tinggi dalam mencetak generasi masa depan perlu untuk ditinjau ulang. Jangan sampai yang terjadi bukan lagi mencetak kaum intelektual tetapi justru melahirkan tunas preman yang akan selalu menghantui ketentraman proses belajar mengajar. Meskipun secara umum hanya beberapa kampus yang sering terlibat aksi kriminalitas. Namun, kondisi ini jangan dianggap remeh oleh pihak kampus dan pemerintah untuk tidak melakukan tindakan. 

Boleh jadi merembet ke kampus lain sebagai bentuk balas dendam atas rekannya yang jadi korban tawuran. Oleh karena itu, perlu keseriusan yang ekstra dalam menyikapi hal ini karena bentrokan antar mahasiswa termasuk tindakan kriminal. Membahayakan dan menghalangi kemajuan suatu perguruan tinggi. Sekaligus mengganggu aktivitas mahasiswa lainnya yang serius menuntut ilmu. 

Sebenarnya bentrokan antara mahasiswa di beberapa perguruan tinggi sudah terjadi sejak lama. Hampir setiap bulan dan atau tahun terdapat tindakan kriminal yang cukup meresahkan warga kampus yang betul-betul ingin menuntut ilmu. Saat ini minimal terdapat dua bentrokan di kampus yang menghiasi media cetak dan elektronik yaitu bentrokan di kampus STKIP Muhammmadiyah Bone dan Universitas Negeri Makassar (UNM) yang mengakibatkan adanya korban jiwa. 

Modus penyebab bentrokan antar mahasiswa di beberapa kampus memang berbeda. Ada yang disebabkan oleh dendam lama berkobar kembali, konflik individu yang membesar menjadi konflik golongan, aksi demonstrasi yang berujung bentrok karena  adanya pihak pro dan kontra, aksi damai tetapi dirasuki pihak tertentu. Akhirnya tawuran terjadi dan semakin meluas serta merembet pada konflik etnis dan kelompok yang berkepanjangan.

Waspada Oknum
Aksi bentrok yang terjadi di kampus STKIP Muhammadiyah Bone beberapa hari yang lalu sangat mengejutkan kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan pihak lain yang anti kriminalitas. Pasalnya, aksi yang dilakukan kader IMM Cabang Bone adalah aksi klarifikasi atas pencemaran nama organisasi yang dikalim oknum tertentu terlibat pada salah satu kegiatan di kampus STKIP Muhammadiyah Bone.

Pada waktu bersamaan muncul beberapa kelompok yang berupaya menghadang sehingga menimbulkan bentrok antar mahasiswa. Dari peristiwa ini dimungkinkan ada oknum di dalam kampus yang sengaja ingin membenturkan mahasiswa sehingga berujung konflik. Oknum yang sengaja melakukan konfrontasi harus ditelusuri lebih mendalam. Jangan sampai merajalela dikampus, akibatnya dapat merusak citra kampus. Kejadian ini merupakan salah satu contoh kekhawatiran adanya oknum yang terlibat.    

Pimpinan perguruan tinggi selaku pemegang otoritas dalam sebuah proses pendidikan di lingkungan kampus perlu tegas menyikapi konflik lintas mahasiswa. Pemaknaan menyikapi bukan sekededar menyelesaikan jika ada masalah tetapi juga memikirkan antisipasi agar kejadian serupa tidak berulang lagi. Kiranya perlu bercermin pada beberapa kampus di pulau Jawa yang tidak atau jarang memiliki rekam jejak kriminal.
Menyikapi perilaku mahasiswa perlu dilakukan secara universal terkait sebab-akibat dari dampak tawuran. Apalagi terkadang aksi brutal yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi terkadang ditunggangi oleh oknum tertentu untuk merekayasa konflik. Kemungkinan adanya rekayasa konflik yang terkadang muncul sebagai bentuk upaya sabotase atas kepentingan tertentu.

Kejadian kriminal yang terjadi rawan ditunggangi oleh oknum tertentu. Guna mengantisipasi adanya oknum maka pihak pimpinan perguruan tinggi, pemerintah, kepolisian dan tokoh masyarakat diharapkan dapat bekerjasama. Konflik di perguruan tinggi jangan dilihat dari satu sudut pandang karena pengaruh dari luar kampus yang terkadang juga lebih dominan. Pada kondisi ini diperlukan keseriusan dalam mengusut tuntas setiap bentrokan antar mahasiswa yang terjadi di kampus.      

Oknum terkadang sengaja melakukan rekayasa konflik diperguruan tinggi sebagai bentuk pengalihan isu atau adanya kepentingan lain pada kampus yang terlibat tawuran mahasiswa. Oknum biasanya berasal dari internal kampus dan dari luar kampus. Intinya oknum tersebut pasti memiliki kepentingan adu domba di dalam kampus. Jadi, apapun latar belakang oknum, mahasiswa lainnya jangan terprovokasi oleh himbauan pihak yang tidak bertanggungjawab. Serahkan pada pihak yang berwenang guna mengantisipasi tindakan main hukum sendiri.

Sanksi Tegas
Tawuran yang lebih hangat terjadi di kampus pencetak calon guru yakni Universitas Negeri Makassar. Tawuran tersebut menimbulkan 2 orang mahasiswa yang meninggal dunia. Suatu peristiwa yang sangat memilukan di komunitas pelajar. Jika dicermati lebih mendalam dengan melihat peristiwa sebelumnya maka aksi kali ini hampir mirip dengan kasus tawuran sebelumnya di kampus tersebut.

Tawuran di UNM sudah sering kali terjadi bahkan menjadi kebiasaan mahasiswa pada fakultas yang terlibat. Sejatinya pihak pimpinan perguruan tinggi tegas dalam membuat aturan akademik termasuk pemberian sanksi yang jelas. Dimaksudkan agar mahasiswa yang terlibat dan ingin kembali memulai dapat diantsipasi. Meskipun ada keinginan balas dendam dikemudian hari, pihak pimpinan kampus jangan diam dan bertindak ketika tawuran telah terjadi. Sebelumnya harus ada pembinaan mahasiswa serta melakukan pemeriksaan keamanan secara rutin.

Pada kasus UNM terlihat pihak kampus kurang mewaspadai munculnya konflik yang menelan korban jiwa. Buktinya senjata tajam bertebaran didalam kampus seperti busur, samurai, papporo. Dengan demikian, mari belajar banyak pada kejadian kali ini serta menelaah kejadian sebelumnya. Sanksi akademik harus diterapkan secara tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Disisi lain, pemeriksaan rutin dilakukan pada semua mahasiswa. Langkah ini dilakukan guna mengantisipasi mahasiswa yang berkedok preman masuk kampus.  

Jika pihak kampus tidak mampu memberikan sanksi tegas, dikhawatirkan kejadian serupa kembali terjadi. Mungkin tidak masalah ketika terjadi diluar kampus, artinya itu bukan tanggungjawab sepenuhnya oleh pihak pimpinan perguruan tinggi. Masalahnya kejadiannya selalu berawal di dalam kampus. Terkadang merembet ketempat lain pada kasus yang sama. Maka dengan sendirinya pihak pimpinan kampus harus turun tangan karena aksi dilakukan oleh mahasiswa dari kampus tersebut.

Kedepan, bobot sanksi yang tegas ditingkatkan dan diberlakukan secara kontinyu. Kemudian di sebar keseluruh mahasiswa terkait sanksi yang akan diberikan bagi siapapun yang terlibat tawuran. Selain itu, pihak terkait seperti dosen, tokoh masyarakat, dan kepolisian juga melakukan pendekatan persuasif kepada semua mahasiswa. Secara khusus mahasiswa pada fakultas yang sering melakukan aksi tawuran.

Disisi lain, tawuran yang terjadi di UNM dan kampus lainnya perlu mewaspadai adanya pihak yang berpura-pura menjadi mahasiswa padahal bukan mahasiswa (preman). Orang yang mengatasnamakan mahasiswa cenderung lebih ageresif dalam melakukan tindakan kriminal sehingga yang dikorbankan adalah mahasiswa itu sendiri. Fenomena aksi kriminalitas yang terjadi belakangan ini, menurut hemat penulis terkadang ada orang suruhan dari pihak tertentu. Berpenampilan mirip mahasiswa padahal orang suruhan atau oknum tertentu yang sengaja masuk agar konflik semakin besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar