Minggu, 20 Januari 2013

BANJIR, EFEK KELALAIAN MANUSIA



Selamat Datang Banjir 2013

Kini persoalan banjir sudah menjadi agenda tahunan beberapa kota di Indonesia dan kota lainnya di dunia. Hampir dipastikan setiap musim hujan tiba dalam beberapa tahun terakhir, ruas jalan selalu digenangi air. Bahkan air meluap keperkampungan warga seperti yang terjadi di Ibukota. Sebagian warga dibuat trauma dan shock. Harta benda dan tempat tinggal disapu luapan air yang datang tak diundang, pergi tak diantar. Secara tidak langsung banjir berdampak pula pada kemacetan. Kemacetan akibat genangan air telah menjadi fenomena terkini di beberapa kota besar. Banjir juga berpengaruh pada tingkat produktivitas seseorang dalam mencari nafkah.

Pemerintah seolah-olah kehabisan akal menanggulangi persoalan banjir. Ataukah malah kurang serius mengurusi masalah tahunan ini. Masalah banjir mestinya dapat diminimalisisr setiap tahun sebagaimana keinginan publik. Namun, justru yang terjadi malah sebaliknya. Banjir semakin parah dan bahkan menghawatirkan kelangsungan hidup. Tidak sedikit pula yang terserang penyakit akibat banjir. Tentunya semua orang menghendaki agar banjir dapat diatasi. Mungkin sebagian dari kita yang kurang merasakan dampaknya tidak terlalu was-was. Tetapi bagi mereka yang merasakan dampaknya secara langsung sudah pasti dilema dan galau.

Banjir tidaklah muncul dengan sendirinya tanpa ada sebab. Karena adanya sebab maka banjir yang menjadi akibatnya. Ketika kita sepenuhnya mengatakan banjir disebabkan oleh adanya hujan itu sudah pasti. Cuma ada sebab lain yang mempengaruhi faktor utama sehingga banjir begitu mudah terjadi. Sebagai perbandingan, banjir di kota-kota besar jarang terjadi sebelum abad 21. Keadaan masa lalu sangat berbeda jauh dengan apa yang dirasakan sekarang. Dulu di Indonesia kita mengenal musim hujan (September-Februari) dan musim kemarau (Maret-Agustus) secara teratur. Sekarang hampir sulit dibedakan antara musim hujan dan musim kemarau. Perubahan iklim berganti dengan mudah dan cepat serta membahayakan.

Hujan selalu ada dari dulu tetapi tidak selalu berefek banjir. Itupun kalau terjadi banjir, memang disebabkan hujan deras dalam waktu yang cukup lama. Atau sungai tidak bisa lagi menampung air sehingga mengakibatkan air meluap diatas permukaan tanah daratan. Anehnya, saat ini meskipun hujan tidak terlalu deras dan lama tetapi dapat menimbulkan banjir yang cukup parah. Air sangat mudah meluap. Situasi ini yang membuat sebagian orang berpikir, sebenarnya apa sebab utamanya serta siapa yang disalahkan. Mungkin masyarakat menyalahkan pemerintah karena kebijakannya kurang tanggap. Sebaliknya pemerintah menyalahkan masyarakat karena kepeduliannya kurang maksimal.

Tentunya kita tidak saling menyalahkan karena hal ini merupakan kelalaian bersama secara umum. Dalam kitab suci Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa ‘telah nampak kerusakan didarat dan dilaut akibat perbuatan manusia sendiri’. Ini merupakan peringatan Allah bagi kita semua. Karena banjir akibat perbuatan manusia sendiri maka masalah banjir adalah masalah bersama dan diselesaikan secara bersama-sama. Pada satu aspek, kebijakan mitigasi banjir ada ditangan pemerintah. Aspek yang lain, kepedulian dari seluruh elemen masyarakat juga sangat menentukan. Tidak ada gunanya kebijakan yang bagus tanpa diiringi partisipasi aktif masyarakat.

Perlu diingat bahwa Badan Metereologi Klimatologi Geofisika (BMKG) sudah memprediksi hujan akan terus mengguyur seluruh wilayah di tanah air selama awal tahun 2013. Juga kemungkinan terjadi hingga pertengahan 2013. Meskipun dikatakan hujan relatif normal namun sangat berpotensi banjir pada kota metropolitan, misalnya Makassar dan Jakarta. Kekhawatiran tersebut sudah mulai dirasakan secara perlahan-lahan sejak akhir November 2012. Melirik kedua kota ini sebagai contoh kasus seharusnya perlu didiskusikan secara mendalam oleh pemerintah pusat. Banjir akan selalu berkelanjutan dan semakin parah dari tahun ke tahun jika tidak ada kesadaran dini yang tersistematis.

Dampak Pembangunan
Pembangunan kota besar di Indonesia dapat diacungi jempol. Beberapa kota besar sudah masuk sebagai kota dunia masa depan. Sayangnya, pembangunan kota yang meningkat tidak dibarengi dengan pelestarian lingkungan sekitar. Ada semacam indikasi mengabaikan dampak pembangunan. Ketika kita amati beberapa kota di Indonesia, khususnya daerah dataran rendah. Dapat dipastikan bahwa pembangunan kota berbanding lurus dengan potensi banjir. Secara tegas dapat disimpulkan bahwa pembangunan kota yang kurang strategis adalah embrio banjir. Stakeholder cenderung asyik membangun tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi.

Boleh dikatakan pemerintah cenderung melakukan pembangunan tidak sustainable. Hanya memperhatikan keuntungan sesaat dibandingkan kelangsungan hidup jangka panjang. Kawasan sekitar kota yang awalnya dijadikan sebagai daerah resapan air. Berubah menjadi perumahan dan bangunan megah yang menjulang setinggi langit. Wilayah yang awalnya sebagai selokan untuk menampung air hujan disulap menjadi jalan raya. Memang terlihat keindahan kota yang mengagumkan. Namun, disisi lain akan memilukan dikala musim hujan tiba. Kota yang dipaksakan indah berbalik menjadi lautan kumuh.

Jika daerah resapan air tiap tahun berkurang maka potensi banjir di musim basah pasti meningkat. Logika sederhananya, air hujan mudah terserap jika tanah terbuka sangat luas. Sebaliknya, air akan mudah tergenang jika beton bangunan sudah melapisisi permukaan tanah. Kemungkinan solusi alternatifnya ialah membuat selokan, kanal, bendungan atau memperluas dan memperdalam Daerah Aliran Sungai (DAS). Faktanya hal ini kurang diperhatikan dalam pembangunan tata kota. DAS/kanal sebagai kunci penentu antisipasi luapan air tidak terkontrol dengan baik. Akhirnya DAS/kanal tidak mampu menampung air yang ada karena semakin dangkal. Terbukti beberapa DAS/kanal hanya dijadikan tempat pembuangan sampah.  

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah kiranya perlu mengamati segala dampak pembangunan yang berisiko banjir. Setiap tahapan pembangunan wajib melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Kemudian mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok. Biasanya dampak pembangunan kurang diperhatikan apabila keuntungan materi secara pragmatis dari pembangunan cukup menjanjikan. Perhatian penuh terkait hal ini bukan hanya pembangunan skala makro yang memiliki mega proyek melainkan juga pembangunan skala mikro. Hal-hal kecil yang kurang diperhatikan terkadang juga menjadi malapetaka.    

Disamping itu, idealnya setiap pembangunan kota harus memperhatikan ruang terbuka hijau (RTH). Pihak yang paling bertanggungjawab menentukan RTH adalah pemerintah. Pengalokasian RTH ini diandalkan oleh pakar tata ruang kota sebagai pembangunan berawawasan lingkungan. Lagi-lagi, sangat jarang kota yang mampu memenui RTH secara penuh sesuai dengan aturan yang berlaku. Memang pengadaan RTH yang luas tidak produktif jika pemikiran dilandasasi perspektif keuntungan materi secara langsung dari tanah tersebut. Tetapi coba dilihat dari segi manfaat jangka panjang terkait upaya penanggulangan banjir. Demi kepentingan jangka panjang, tidak ada alasan bagi setiap kota untuk tidak mengalokasikan RTH minimal 30 % dari luas kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.  

Evolusi Lingkungan
Kepedulian lingkungan merupakan isu dunia yang menggglobal sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm tahun 1972. Diperkuat oleh argumen seorang environmentalis Leonardo DiCaprio yang mengatakan ‘alarm planet kita sudah berbunyi, ini waktunya bangun dan ambil tindakan’. Dunia memandang rusaknya lingkungan sebagai ancaman masa depan. Sampai saat ini isu lingkungan hangat diberitakan di dunia internasional. Isu lingkungan sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim dan pemanasan global. Keterkaitan tersebut terproses pada sebuah evolusi lingkungan yang berjalan secara sistematis.

Pada akhirnya global warming (pemasanan global) telah dan akan mengancam semua negara. Mungkin kita kurang sadar kalau global warming berpotensi besar menimbulkan banjir. Sebenarnya, evolusi ekosistem sangat sederhana jika diamati. Pada intinya, setiap kejadian yang menyangkut lingkungan hidup memiliki keterkaitan dengan hal lainnya yang juga disebabkan oleh lingkungan hidup. Adanya global warming membuat perubahan iklim sulit diperkirakan. Fenomena La nino dan El nino terus berubah secara fluaktuatif mengiringi tinggi rendahnya suhu udara di laut dan udara.

Global warming dapat menyebabkan cuaca ekstrim yang tidak menentu. Dengan sendirinya dapat menyebabkan curang hujan yang tinggi. Tentunya curah hujan yang tinggi di Indonesia sudah pasti menimbulkan banjir pada kota yang rawan banjir. Forum Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) mengatakan makin tinggi konsumsi setiap orang, makin besar emisi gas buang terlepas keatmosfir, akumulasi emisi gas buang itu menjadi penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim.

Secara sederhana global warming merupakan hasil dari ketidakcintaan manusia terhadap lingkunganya sendiri. Beberapa penyebab global warming yakni emisi gas kendaraan bermotor, volume konsumsi daging dan limbah sampah. Kendaraan bermotor sudah hampir dimiliki semua orang. Kemudian, kita terkadang sulit untuk tidak mengkonsumsi daging dalam setiap minggu. Serta kebiasaan masyarakat  yang tidak memperhatikan pengelolaan sampah. Singkatnya ketiga penyebab global warming tersebut agaknya sering dilakukan setiap orang. Secara khusus yang berdomisili di kota-kota besar.

Inilah sedikit ilustrasi yang menggambarkan bahwa banjir terbukti merupakan efek kelalaian kita sendiri. Kurangnya perhatian terhadap efek rutinitas pemakaian kendaraan bermotor, konsumsi daging yang tinggi serta pengelolaan sampah yang tidak teratur penting untuk dikaji ulang. Kelihatan biasa-biasa saja tetapi kalau sudah keseringan akan berdampak fatal. Ternyata apa yang dilakukan akan berdampak kembali pada diri kita masing-masing. Jelas tidak menyalahkan siapa-siapa karena hampir semua manusia adalah pelaku dari terjadinya banjir berdasarkan siklus penyebab dan dampak pemanasan global.

Kunci yang paling efektif menanggulangi masalah banjir adalah kepedulian lingkungan. Semakin peduli dengan lingkungan hidup sama halnya peduli terhadap masalah banjir untuk jangka panjang. Karena banjir merupakan kelalaian bersama maka sudah saatnya memperbaiki kelalaian yang dilakukan selama ini. Aksi konkritnya berada pada diri setiap manusia yang sadar akan pembangunan berkelanjutan. Kesadaran tersebut akan membantu kelangsungan hidup generasi berikutnya. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakuan perlu berwawasan lingkungan. 

Pembangunan yang peduli terhadap masa depan sudah mendesak untuk disegerakan. Lebih lanjut, pembangunan berawawasan lingkungan anti banjir merupakan harapan masa depan. Setidaknya apa yang dirasakan sekarang terkait masalah banjir. Itu adalah siklus sederhana dari akumulasi kelalaian demi kelalaian yang rutin dilakukan. Jika kita tidak ingin berputar pada kondisi yang sama maka mari galakkan gerakan cinta lingkungan sejak dini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar