Selamat Datang Banjir 2013 |
Kini persoalan
banjir sudah menjadi agenda tahunan beberapa kota di Indonesia dan kota lainnya
di dunia. Hampir dipastikan setiap musim hujan tiba dalam beberapa tahun
terakhir, ruas jalan selalu digenangi air. Bahkan air meluap keperkampungan
warga seperti yang terjadi di Ibukota. Sebagian warga dibuat trauma dan shock. Harta benda dan tempat tinggal disapu luapan air yang datang
tak diundang, pergi tak diantar. Secara tidak langsung banjir berdampak pula
pada kemacetan. Kemacetan akibat genangan air telah menjadi fenomena terkini di
beberapa kota besar. Banjir juga berpengaruh pada tingkat produktivitas
seseorang dalam mencari nafkah.
Pemerintah
seolah-olah kehabisan akal menanggulangi persoalan banjir. Ataukah malah kurang
serius mengurusi masalah tahunan ini. Masalah banjir mestinya dapat
diminimalisisr setiap tahun sebagaimana keinginan publik. Namun, justru yang
terjadi malah sebaliknya. Banjir semakin parah dan bahkan menghawatirkan
kelangsungan hidup. Tidak sedikit pula yang terserang penyakit akibat banjir. Tentunya
semua orang menghendaki agar banjir dapat diatasi. Mungkin sebagian dari kita
yang kurang merasakan dampaknya tidak terlalu was-was. Tetapi bagi mereka yang
merasakan dampaknya secara langsung sudah pasti dilema dan galau.
Banjir
tidaklah muncul dengan sendirinya tanpa ada sebab. Karena adanya sebab maka
banjir yang menjadi akibatnya. Ketika kita sepenuhnya mengatakan banjir disebabkan
oleh adanya hujan itu sudah pasti. Cuma ada sebab lain yang mempengaruhi faktor
utama sehingga banjir begitu mudah terjadi. Sebagai perbandingan, banjir di
kota-kota besar jarang terjadi sebelum abad 21. Keadaan masa lalu sangat
berbeda jauh dengan apa yang dirasakan sekarang. Dulu di Indonesia kita
mengenal musim hujan (September-Februari) dan musim kemarau (Maret-Agustus)
secara teratur. Sekarang hampir sulit dibedakan antara musim hujan dan musim
kemarau. Perubahan iklim berganti dengan mudah dan cepat serta membahayakan.
Hujan
selalu ada dari dulu tetapi tidak selalu berefek banjir. Itupun kalau terjadi
banjir, memang disebabkan hujan deras dalam waktu yang cukup lama. Atau sungai
tidak bisa lagi menampung air sehingga mengakibatkan air meluap diatas
permukaan tanah daratan. Anehnya, saat ini meskipun hujan tidak terlalu deras
dan lama tetapi dapat menimbulkan banjir yang cukup parah. Air sangat mudah
meluap. Situasi ini yang membuat sebagian orang berpikir, sebenarnya apa sebab
utamanya serta siapa yang disalahkan. Mungkin masyarakat menyalahkan pemerintah
karena kebijakannya kurang tanggap. Sebaliknya pemerintah menyalahkan
masyarakat karena kepeduliannya kurang maksimal.
Tentunya
kita tidak saling menyalahkan karena hal ini merupakan kelalaian bersama secara
umum. Dalam kitab suci Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa ‘telah nampak kerusakan didarat dan dilaut akibat perbuatan manusia
sendiri’. Ini merupakan peringatan Allah bagi kita semua. Karena banjir
akibat perbuatan manusia sendiri maka masalah banjir adalah masalah bersama dan
diselesaikan secara bersama-sama. Pada satu aspek, kebijakan mitigasi banjir
ada ditangan pemerintah. Aspek yang lain, kepedulian dari seluruh elemen
masyarakat juga sangat menentukan. Tidak ada gunanya kebijakan yang bagus tanpa
diiringi partisipasi aktif masyarakat.
Perlu
diingat bahwa Badan Metereologi Klimatologi Geofisika (BMKG) sudah memprediksi hujan akan
terus mengguyur seluruh wilayah di tanah air selama awal tahun 2013. Juga
kemungkinan terjadi hingga pertengahan 2013. Meskipun dikatakan hujan relatif
normal namun sangat berpotensi banjir pada kota metropolitan, misalnya Makassar
dan Jakarta. Kekhawatiran tersebut sudah mulai dirasakan secara perlahan-lahan
sejak akhir November 2012. Melirik kedua kota ini sebagai contoh kasus
seharusnya perlu didiskusikan secara mendalam oleh pemerintah pusat. Banjir
akan selalu berkelanjutan dan semakin parah dari tahun ke tahun jika tidak ada
kesadaran dini yang tersistematis.
Dampak Pembangunan
Pembangunan
kota besar di Indonesia dapat diacungi jempol. Beberapa kota besar sudah masuk
sebagai kota dunia masa depan. Sayangnya, pembangunan kota yang meningkat tidak
dibarengi dengan pelestarian lingkungan sekitar. Ada semacam indikasi mengabaikan
dampak pembangunan. Ketika kita amati beberapa kota di Indonesia, khususnya
daerah dataran rendah. Dapat dipastikan bahwa pembangunan kota berbanding lurus
dengan potensi banjir. Secara tegas dapat disimpulkan bahwa pembangunan kota
yang kurang strategis adalah embrio banjir. Stakeholder
cenderung asyik membangun tanpa mempertimbangkan dampak yang terjadi.
Boleh
dikatakan pemerintah cenderung melakukan pembangunan tidak sustainable. Hanya memperhatikan keuntungan sesaat dibandingkan kelangsungan
hidup jangka panjang. Kawasan sekitar kota yang awalnya dijadikan sebagai
daerah resapan air. Berubah menjadi perumahan dan bangunan megah yang menjulang
setinggi langit. Wilayah yang awalnya sebagai selokan untuk menampung air hujan
disulap menjadi jalan raya. Memang terlihat keindahan kota yang mengagumkan.
Namun, disisi lain akan memilukan dikala musim hujan tiba. Kota yang dipaksakan
indah berbalik menjadi lautan kumuh.
Jika
daerah resapan air tiap tahun berkurang maka potensi banjir di musim basah
pasti meningkat. Logika sederhananya, air hujan mudah terserap jika tanah
terbuka sangat luas. Sebaliknya, air akan mudah tergenang jika beton bangunan sudah
melapisisi permukaan tanah. Kemungkinan solusi alternatifnya ialah membuat
selokan, kanal, bendungan atau memperluas dan memperdalam Daerah Aliran Sungai
(DAS). Faktanya hal ini kurang diperhatikan dalam pembangunan tata kota. DAS/kanal
sebagai kunci penentu antisipasi luapan air tidak terkontrol dengan baik.
Akhirnya DAS/kanal tidak mampu menampung air yang ada karena semakin dangkal. Terbukti
beberapa DAS/kanal hanya dijadikan tempat pembuangan sampah.
Pemerintah
pusat dan pemerintah daerah kiranya perlu mengamati segala dampak pembangunan
yang berisiko banjir. Setiap tahapan pembangunan wajib melakukan analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Kemudian mengutamakan kepentingan umum
daripada kepentingan kelompok. Biasanya dampak pembangunan kurang diperhatikan
apabila keuntungan materi secara pragmatis dari pembangunan cukup menjanjikan.
Perhatian penuh terkait hal ini bukan hanya pembangunan skala makro yang
memiliki mega proyek melainkan juga pembangunan skala mikro. Hal-hal kecil yang
kurang diperhatikan terkadang juga menjadi malapetaka.
Disamping
itu, idealnya setiap pembangunan kota harus memperhatikan ruang terbuka hijau
(RTH). Pihak yang paling bertanggungjawab menentukan RTH adalah pemerintah.
Pengalokasian RTH ini diandalkan oleh pakar tata ruang kota sebagai pembangunan
berawawasan lingkungan. Lagi-lagi, sangat jarang kota yang mampu memenui RTH
secara penuh sesuai dengan aturan yang berlaku. Memang pengadaan RTH yang luas
tidak produktif jika pemikiran dilandasasi perspektif keuntungan materi secara
langsung dari tanah tersebut. Tetapi coba dilihat dari segi manfaat jangka
panjang terkait upaya penanggulangan banjir. Demi kepentingan jangka panjang,
tidak ada alasan bagi setiap kota untuk tidak mengalokasikan RTH minimal 30 %
dari luas kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Evolusi Lingkungan
Kepedulian
lingkungan merupakan isu dunia yang menggglobal sejak dilaksanakannya
Konferensi Stockholm tahun 1972. Diperkuat oleh argumen seorang environmentalis
Leonardo DiCaprio yang mengatakan ‘alarm
planet kita sudah berbunyi, ini
waktunya bangun dan ambil tindakan’. Dunia memandang rusaknya lingkungan
sebagai ancaman masa depan. Sampai saat ini isu lingkungan hangat diberitakan
di dunia internasional. Isu lingkungan sangat erat kaitannya dengan perubahan
iklim dan pemanasan global. Keterkaitan tersebut terproses pada sebuah evolusi
lingkungan yang berjalan secara sistematis.
Pada
akhirnya global warming (pemasanan global) telah dan akan mengancam semua negara. Mungkin
kita kurang sadar kalau global warming berpotensi besar menimbulkan
banjir. Sebenarnya, evolusi ekosistem sangat sederhana jika diamati. Pada
intinya, setiap kejadian yang menyangkut lingkungan hidup memiliki keterkaitan
dengan hal lainnya yang juga disebabkan oleh lingkungan hidup. Adanya global warming membuat perubahan iklim sulit diperkirakan. Fenomena La
nino dan El nino terus berubah secara fluaktuatif mengiringi tinggi rendahnya
suhu udara di laut dan udara.
Global warming dapat menyebabkan cuaca ekstrim
yang tidak menentu. Dengan sendirinya dapat menyebabkan curang hujan yang
tinggi. Tentunya curah hujan yang tinggi di Indonesia sudah pasti menimbulkan
banjir pada kota yang rawan banjir. Forum Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
mengatakan makin tinggi konsumsi setiap orang, makin besar emisi gas buang
terlepas keatmosfir, akumulasi emisi gas buang itu menjadi penyebab utama
pemanasan global dan perubahan iklim.
Secara
sederhana global warming merupakan hasil dari ketidakcintaan manusia terhadap
lingkunganya sendiri. Beberapa penyebab global
warming yakni emisi gas kendaraan bermotor, volume konsumsi daging dan
limbah sampah. Kendaraan bermotor sudah hampir dimiliki semua orang. Kemudian, kita
terkadang sulit untuk tidak mengkonsumsi daging dalam setiap minggu. Serta
kebiasaan masyarakat yang tidak memperhatikan
pengelolaan sampah. Singkatnya ketiga penyebab global warming tersebut
agaknya sering dilakukan setiap orang. Secara khusus yang berdomisili di
kota-kota besar.
Inilah
sedikit ilustrasi yang menggambarkan bahwa banjir terbukti merupakan efek
kelalaian kita sendiri. Kurangnya perhatian terhadap efek rutinitas pemakaian
kendaraan bermotor, konsumsi daging yang tinggi serta pengelolaan sampah yang
tidak teratur penting untuk dikaji ulang. Kelihatan biasa-biasa saja tetapi
kalau sudah keseringan akan berdampak fatal. Ternyata apa yang dilakukan akan
berdampak kembali pada diri kita masing-masing. Jelas tidak menyalahkan
siapa-siapa karena hampir semua manusia adalah pelaku dari terjadinya banjir
berdasarkan siklus penyebab dan dampak pemanasan global.
Kunci
yang paling efektif menanggulangi masalah banjir adalah kepedulian lingkungan.
Semakin peduli dengan lingkungan hidup sama halnya peduli terhadap masalah
banjir untuk jangka panjang. Karena banjir merupakan kelalaian bersama maka
sudah saatnya memperbaiki kelalaian yang dilakukan selama ini. Aksi konkritnya
berada pada diri setiap manusia yang sadar akan pembangunan berkelanjutan.
Kesadaran tersebut akan membantu kelangsungan hidup generasi berikutnya. Oleh
karena itu, kegiatan yang dilakuan perlu berwawasan lingkungan.
Pembangunan
yang peduli terhadap masa depan sudah mendesak untuk disegerakan. Lebih lanjut,
pembangunan berawawasan lingkungan anti banjir merupakan harapan masa depan.
Setidaknya apa yang dirasakan sekarang terkait masalah banjir. Itu adalah
siklus sederhana dari akumulasi kelalaian demi kelalaian yang rutin dilakukan.
Jika kita tidak ingin berputar pada kondisi yang sama maka mari galakkan
gerakan cinta lingkungan sejak dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar